SEJARAH.BERDIRINYA.
Pada tanggal 27 Ramadhan
1398 H, atau bertepatan dengan tanggal 31 Agustus 1978, HTMI (Hai’ah Ta’miril
Masajid Indonesia) yang merupakan Badan Otonom PBNU yang diketuai oleh KH.
Achmad Sjaichu, mengadakan penataran
muballigh di Pondok Pesantren At-Thahiriyah, Jakarta Selatan, yang diikuti
sekitar 100 orang peserta. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia,
dan ada yang datang dari Singapura.
Dalam pidato
pengarahannya, KH. Achmad Sjaichu menegaskan pentingnya pembinaan muballigh
secara intensif, dan pentingnya organisasi yang menaungi para muballligh. Di
akhir pertemuan, para muballigh yang hadir menyepakati dibentuknya sebuah
lembaga dakwah independen yang diberi nama Ittihadul Muballighin (Persatuan
para Muballigh). H. Achmad Sjaichu secara aklamasi ditunjuk sebagai
pemimpinnya.
Untuk menyusun
kepengurusannya secara lengkap dan program-program-nya, dibentuk Panitia 7,
yang terdiri dari : Achmad Sjatari, H. Achmad Syaikhu A. Ratib, Drs. Imam Abu
Anwar, H.Syekh Jailani (Singapura), H. Abdurrachem Radjiun, Drs. H. Achyat
Thoha (Jawa Timur), dan Ali Faris.
Kepengurusan yang
pertama dibentuk adalah Ittihadul Muballighin Asean (Ittihadul Muballighin Janub
Sarqi Asia). Kepengurusannya terdiri dari :
Penasehat : KH. Prof. Saifuddin Zuhri, KH. Kol. Prof. Anwar Musaddad, KH. A.
Razak Makmun.
Ketua Umum : KH. Achmad Sjaichu.
Wakil-Wakil Ketua : H. Abu Bakar Maidin (Singapura), H. Aminuddin Azis, Syekh A.
Basyir, Syekh Ali Issa, Drs. H. Ibrahim AR.
Sekretaris Umum : H. Masyhuri Baidlowi, MA.,
Sekretaris I : Achmad Sjatari, Sekretaris
II : Abdullah Umar.
Departemen-Departemen :
Departemen Luar Negeri : H. Abdurrachem Radjiun.
Depertemen Pendirikan dan Da’wah : Drs. H.A. Salam M. Noor
dan Syekh A. Jailani.
Departemen Hubungan Masyarakat : Mastjik Nasarudin dan
Abdullah Supardi.
Departemen Sosial dan Budaya : H. Achmad Syaikhu A. Ratib dan Ali Faris.
Kemudian pada tanggal 24
Rajab 1399 H / 27 Juni 1979 dibentuk Ittihadul Muballighin tingkat Indonesia,
dengan susunan pengurus sbb :
Mustasyar : 1. KH. Masykur; 2. KH. Usman Abidin.
Ketua : KH. Achmad Sjaichu.
Wakil-Wakil Ketua :
Wakil Ketua Bidang Litbang : KH. Syukron Ma’mun.
Wakil Ketua Bidang Diklat : Drs. H. Ibrahim AR.
Wakil Ketua Bidang Permbinaan Muballigh : KH. M. Hasyim Adnan.
Wakil Ketua Bidang Kesejahtraan Sosial : Drs. H. Abdussalam M.
Noor.
Wakil Ketua Bidang Keuangan : DR. H. Wahyu Kusumanagara.
Wakil Ketua Bidang Khusus : KH. Ayatullah Saleh.
Sekretaris I : H. Masyhuri Baidlowi, MA.
Sekretaris II : Achmad Sjatari.
Sekretaris III : H. Achmad Syaikhu A. Ratib, BA.
Sekretaris IV : Solahuddin Karim.
Anggota : 1. KH. Ahmad Ghozali. 2. KH. Abdussalam Jaelani. 3. Habib Syech
Al Jufri. 4. Drs. M. Dawam Anwar.
Pendiri : KH. Achmad Syaichu; DR. H. Wahyu Kusumanagara; KH. M. Syukron
Ma’mun; Drs. H. Ibrahim AR; KH. M. Hasyim Adnan; Drs. H. Abdusalam M. Noor;
Drs. Abu Haris; KH. Ayatullah Saleh.
(Sesuai dengan Akte
Notaris H. Babesa D.L. SH, tanggal 26 Desember 1979, No. 93, dan Tambahan Berita
Negara R.I., tanggal 1 April 1980 Nomor 27.
Pada tahun 1983, dengan
Akte Notaris H. Babesa D.L. SH, tanggal 29 Oktober 1983 dan Tambahan Berita
Negara R.I tanggal 6 Desember1983, Nomor 97, Badan Pendiri Ittihad adalah : KH.
Achmad Syaichu; Drs. H. Ibrahim AR; KH. Kol.(Purn) Abdullah El-Anshori; KH.
Usman Abidin, DR. H. Wahyu Kusumanagara; KH. Syukron Ma’mun; KH. M. Hasyim
Adnan; KH. Ayatullah saleh; dan Habib Syech Al-Jufri.
(Catatan : Drs. H.
Abdussalam M. Noor, meninggal dunia, Drs. Abu Haris, mengundurkan diri).
Berdasarkan Akte Notaris
DR.H.E. Gewang, SH, tanggal 10 Maret 1998 Nomor : 2, Badan Pendiri Ittihad
tinggal 3(tiga) orang, yaitu : KH. Usman Abidin; KH. Syukron Ma’mun dan Habib
Syech Al-Jufri.
Dalam perjalanannya
Ittihadul Muballighin Janub Sarqi Asia tidak berjalan mulus. Sementara Ittihadul Muballighin tingkat
Nasional (Indonesia) berjalan dengan baik dan banyak melaku-kan
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan da’wah dalam artian yang luas.
Melalui Ittihadul
Muballighin, H. Achmad Sjaichu bisa menyalurkan dua aspek sekaligus. Pertama,
kebiasaan dan tradisi hidup dalam tatanan organisasi. Kedua, merealisasikan idenya
untuk meningkatkan kualitas hidup ummat melalui kegiatan dakwah. Aspek yang
terakhir ini merupakan obsesi lama yang tertunda oleh berbagai kesibukan
politik H. Achmad Sjaichu. Dunia dakwah bukan dunia baru sama sekali bagi H.
Achmad Sjaichu. Kegiatan di OIAA (Organisasi Islam Asia Afrika) dan aktivitas
dalam organisasi internasional sebetulnya juga merupakan implementasi kegiatan
dakwah, meskipun dalam skala makro dan tidak bersifat praktis, terlebih ketika
di Nahdlatul Ulama (NU). Berbekal pengalaman organisasi selama di DPRGR, OIAA,
maupun di NU, H. Achmad Sjaichu tidak mengalami kesulitan mengelola Ittihadul
Muballighin. Beliau mendapat dukungan penuh dari kawan-kawannya yang berprofesi
sebagai da’i untuk memimpin selama tiga periode.
V I S I.
Terlaksananya ajaran
Islam dengan sebaik-baiknya.
M I S I.
Terwujudnya masyarakat
adil dan makmur yang diridhoi oleh Allah SWT, sesuai dengan tujuan Negara
Republik Indonesia yang berfalsafah Pancasila.
USAHA.
Dalam rangka mewujudkan
tujuannya, ITTIHAD (singkatan dari Ittihadul Muballihgin) berusaha :
1.
Menyebarkan agama Islam dengan penuh hikmah dan bijaksana sesuai
dengan contoh yang digariskan oleh Rasulullah SAW.
2.
Meningkatkan mutu dan pernanan insan da’wah, para Muballigh,
Imam dan Khotib serta pencinta Islam lainnya.
3.
Melaksanakan usaha-usaha pembinaan, perbaikan, dan peningkatan
di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan, ekonomi dan
sosial kemasyarakatan yang bermanfaat bagi Agama, Bangsa dan Negara.
4.
Membina dan meningkatkan ukhuwah basyariah.
5.
Mendorong dan membina kaum muslimat dalam segala bidang
keagamaan, khususnya yang berkaitan dengan kerumahtanggaan dan pendidikan
keluarga yang Islami.
6.
Dalam rangka melaksanakan usaha-usaha tersebut diatas, ITTIHAD
dapat mendirikan dan atauturut mendirikan usaha atau lembaga lain yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang atau ketentuan dan peraturan yang
berlaku.
KEANGGOTAAN :
Persyaratan Anggota :
Keanggotaan ITTIHAD
terdiri dari anggota bisa dan anggota istimewa.
1.
Yang dapat diterima menjadi anggota biasa adalah :
a.
Warga Negara Indonesia yang beragama Islam.
b.
Berhaluan Ahlussunah wal Jama’ah.
c.
Mendapat rekomendasi sekurang-kurangnya 2(dua) orang anggota
Pengurus ITTIHAD.
d.
Mengajukan permohonan dan menyatakan kesediaan menjadi anggota
secara tertulis.
e.
Menyetujui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta
ketetapa-ketetapan organisasi.
2.
Yang dapat diterima menjadi anggota istimewa :
a.
Lembaga atau Yayasan Islam yang bergerak di bidang Da’wah,
Pendidikan dan Sosial.
b.
Menyetujui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta
ketetapa-ketetapan organisasi.
c.
Mengajukan permohonan dan menyatakan kesediaan menjadi anggota
secara tertulis.
STRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI.
Struktur organisasi
Ittihadul Muballighin terdiri dari :
1.
Di tingkat pusat (Ibukota negara) dengan nama Dewan Pimpinan
Pusat.
2.
Di tingkat Provinsi atau Daerah Tingkat I, dengan nama Dewan
Pimpinan Wilayah.
3.
Di tingkat Kabupaten atau Kota, dengan nama Dewan Pimpinan
Daerah.
Perangkat Organisasi
Ittihad terdiri dari Departemen dan Badan Otonom, ditetapkan sesuai dengan
kebutuhan.
TAFSIR AZASI (ETOS PERJUANGAN).
1.
Latar Belakang.
Risalah yang diturunkan
Allah SWT melalui Rasulnya, sejak Nabi Adam As sampai pada nabi Muhammad SAW
sebagai rasulnya yang terakhir, telah menggariskan ajaran-ajaran-Nya yang fundamental bagi ummat manusia untuk
menuju kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat.
Ajaran Islam yang
bersifat universal, sesuai dengan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, sebagai
pembawa rahmat bagi alam semesta, merupakan faktor dinamika hidup yang banyak
menarik simpati ummat. Tidaklah mengherankan
apabila ajaran
Islam yang semula hanya bergema di gurun tandus dan gersang, secara pelan
tetapi mantap sinarnya terus memancar keseluruh dunia menerobos pulau dan
benua, melewati putaran masa demi masa, dan melalui abad yang berbilang hingga
kini.
Masuknya ajaran Islam ke Indonesia
sejak 1 Hijriyah atau abad ke-VII Masehi, yang dibawa oleh para muballigh Islam
terdahulu, sangat besar sekali pengaruhnya dalam merobah wajah negeri ini,
antara lain meluruskan ketimpangan-ketimpangan perilaku manusia Indonesia dari
ajaran-ajaran animisme yang penuh dengan kemusyrikan, merupakan masalah yang
paling mendasar yang secara langsung terkena sentuhan ajaran Islam. Dengan kata
lain, masuknya Islam ke Indonesia telah mampu merobah sikap dan mental
perilaku “tak berke-tuhanan” atau ‘”bertuhan
tetapi menyimpang” menjadi masyarakat yang bertauhid kepada Allah SWT dalam
bentuk ikrar “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu RasulNya”.
Namun agama Islam yang sudah berbilang
abad menyinari dan menjiwai bangsa Indonesia, dihadapkan kepada tantangan
besar, seiring dengan masuknya kaum penjajah barat di kawasan ini sekitar abad
ke-XV Masehi.
Dunia menyaksikan bagaimana gigihnya
kaum penjajah dalam melebarkan sayapnya di Indonesia, yang bukan saja mencari
keuntungan material, tetapi lebih jauh untuk menghancurkan agama dan kebudayaan
Islam untuk kemudian diganti dengan tata kehidupan dan kebudayaan barat yang
sekuler.
Namun duniapun menyaksikan bagaimana
gigihnya ummat Islam Indonesia mempertahan-kan agama dan tanah airnya, yang
diwujudkan dalam bentuk perjuangan secara estafet dari genersi ke generasi tanpa mengenal menyerah hingga
negeri merdeka seperti sekarang.
Kita menyadari, bahwa pelaksanaan
Da’wah untuk menyampaikan Risalah Ilahi tidak boleh berhenti karena tiadanya
sesuatu generasi. Kita sebagai generasi kini, merupakan pelari-pelari estafet
yang menggantikan pemimpin-pemimpin Islam terdahulu untuk memelihara dan
mengisi kemerdekaan. Kemerdekaan bukanlah tujuan akhir dari suatu perjuangan,
tetapi merupakan jalan untuk mencapai tujuan dalam rangka membangun manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu masyarakat adil dan makmur yang merata spiritual dan
material sesuai dengan ajaran Islam.
Sekalipun kaum penjajah sudah lama
meninggalkan bumi pertiwi, tetapi bukan berarti tidak ada lagi masalah atau
problema bagi umat Islam. Bahkan apa yang kita hadapi sekarang dan dimasa yang
akan datang pertarungan semakin seru dan berat. Perputaran zaman telah banyak
merubah wajah dunia akibat pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan kebudayaan, merupakan suatu tantangan yang harus segera dijawab. Ilmu
pengeta-huan, teknologi dan kebudayaan itu sendiri pada prinsipnya bersifat
netral, karena ia sekedar “alat” yang dihasilkan dan digunakan oleh manusia
untuk tujuan dan maksud tertentu. Apakah alat tersebut digunakan untuk kebaikan
atau kerusakan, untuk menunjang kemajuan hidup beragama atau merusak agama,
tergantung “manusia” yang menguasainya.
Dengan demikian, masalah yang paling
prinsipil yang harus dijawab oleh ummat Islam saat ini adalah membenahi tata
kehidupan manusianya, yaitu agar manusia menghayati dan mengamalkan nilai-nilai
agama sesuai dengan tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya, dan sejalan dengan
Palsafah negara Pancasila sebagai landasan idil pembangunan Indonesia.
Atas dasar itulah
Ittihadul Mugbalighin didirikan oleh Badan Pendiri pada tanggal 27 Ramadhan
1398 H, bertepatan dengan tanggal 31 Agustus 1978 M, untuk turut serta berpartisipasi
secara aktif dalam rangka melaksanakan missi Rasulullah SAW, dan mengisi
kemerdekaan bersama-sama dengan organisasi lainnya.
2.
Landasan
Perjuangan.
Azas atau landasan
perjuangan Ittihadul Muballighin adalah islam di atas jalan Ahlussunnah wal
Jama’ah, dengan mendasarkan gerak langkahnya kepada Palsafah Negara pancasila
dan Undang-Undang dasar 1945.
Anggota Ittihadul
Muballighin mempunyai keyakinan bahwa Islam adalah merupakan Agama yang di
ridhoi oleh Allah SWT.
"INNADDINA INNDALLOHIL ISLAM"
“Sesungguhnya Agama yang diridhoi di sisi Allah SWT, hanyalah
Islam”.(Q.S. Ali Imron : 19).
Anggota Ittihad meyakini
pula bahwa Islam adalah satu-satunya Agama yang memuat ajaran yang sempurna
dalam mengatur semua asfek dan tata kehidupan manusia yang manifesatasinya
diwujudkan dalam bentuk pengaturan hubungan yang bersifat vertikal (dengan
Allah penciptanya) maupun hubungan yang bersifat horizontal (dengan dirinya
sendiri dan dengan sesama manusia dan alam semesta).
"WAL ASHRI. INNAL INSANA LAPI HUSRIN. ILLALLAZINA AAMANU WA AMILUSSOLIHATI WATAWAA SOUBILHAQQI WATAWA SOUBISSOBRI"
“Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta orang-orang yang saling
nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran”.(Q.S. Al-Asr, 1 - 3).
Sebagai konsekwensi
logis dari ikrar diatas, maka ajaran Islam bukan saja harus dihayati, tetapi
harus diamalkan secara menyeluruh, baik di bidang keimanan dan peribadatan
maupun dalam bidang kemasyarakatan, seperti ekonomi, sosial politik, dan lain
sebagainya.
"YAA AYYUHALLAZINA AAMANUDKHULU PISSILMI KAAFFAH WALAA TATTABI'U KHUTUWATISSAITOONI, INNAHU LAKUM ADUWUMMUBIIN".
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam
keseluruhannya dan janganlah kamu turut langkah-langkah syetan. Sesungguhnya
syetan itu musuh yang nyata bagimu”.(Q.S. Al-Baqoroh : 208).
Semua aktifitas sosial
dan perlaku yang dijalankan dalam bentuk corak apapun haruslah mengarah dan
menuju pada satu titik, yaitu dalam rangka untuk mengabdi kepada Allah SWT, dan
mencari keridhaan-Nya.
"WAMAA KHOLAQTUL ZINNA WAL INSA ILLAA LIYAQBUDUN".
“Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk
mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. Al-Dzariyaat : 56).
Mengingat sejarah ummat
Islam selama berabad-abad, sejak abad ke-I Hijriyah hingga sekarang, terdapat
banyak firkoh-firkoh, yang mempunyai tinjauan yang berbeda-beda dalam memahami
dan mengamalkan ajaran Islam, maka agar tidak menyimpang dari garis yang
sebenarnya, Ittihadul Muballihgin mendasarkan perjuangannya di atas jalan
“AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH”. Mengikuti faham Ahlussunnah wal Jama’ah, berarti
kita mengamalkan ajaran-ajaran Islam sebagaimana yang dianut dan dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW; para Khulafaur Rasyidin, para Sahabat dan Salafus Sholeh.
Sebagai organisasi yang
dibangun di wilayah Indonesia yang berPalsafah pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, maka Ittihad mendasarkan pula gerak dan langkahnya pada PANCASILA dan
UNDANG-UNDANG DASAR 1945.
Dalam rangka untuk
menjaga eksistensi Ittihadul Muballighin, maka landasan perjuangan ini harus
dipegang teguh serta secara konsisten dan simultan harus dipertahankan dan
dihayati, sehingga menjadi gerak perjuangan Ittihadul Muballighin.
3.
Arah Perjuangan.
Arah yang hendak dicapai Ittihad ialah
terlaksanaya ajaran Isam dengan sebaik-baiknya dan terwujudnya masyarakat adil
dan makmur yang diridhai oleh Allah SWT dan sesuai dengan pasafah negara Pancasila.
Pengamalan ajaran agama
Islam berarti pula menghayati Pancasila secara menyeluruh dalam semua aspek dan
sektor kehidupan bagi masyarakat Indonesia, merupakan arah yang mempunyai
jangkauan dan berkesibambungan jauh kedepan dan karenanya Ittihad akan terus
menerus secara konsisten akan mengembangkan program perjuangan menuju kearah
sana.
Terwujudnya masyarakat
Islamiyah benar dalam aqidah, benar dalam ibadah, dan benar dalam akhlaq, akan
membawa kegairahan hidup untuk saling menghormati, saling tolong menolong dan
cinta mencintai. Hal inilah tujuan Ittihad, karena hal-ha\l tersebut merupakan
modal utama yang dapat menunjang terciptanya perikehidupan yang dinamis dan
sejahtera lahir dan bathin.
4.
Methode Perjuangan.
Dalam mencapai arah yang
hendak dituju, Ittihad menempuh dan mengambil langkah-langkah kebijakan
(bil-hikmah) dengan ciri-ciri yang khas, yaitu dalam rangka perjuangan Ittihad
lebih menitikberatkan kepada kepentingan ummat dari pada kepentingan golongan,
dan Ittihad lebih berorientasi kemasa depan. Oleh karenanya Ittihad berjuang
tanpa pamrih, yang dijiwai dan didasari oleh hikmah kebijaksanan sesuai dengan
ajaran Islam.
( H. Misnan Siregar ).:
PROGRAM.
Berdirinya ITTIHAD
didasari dengan kesadaran bahwa harus ada usaha dan upaya untuk melanjutkan
tongkat estafed perjuangan para ulama terdahulu yang mengembangkan ajaran Islam
di persada ini, dan turut serta memperjuangkan dan membebaskan bangsa Indonesia
dari cengkeraman penjajah, dan diteruskan dengan mengisi kemerdekaan melalui
kegiatan-kegiatan pembangunan akhlaq dan moral bangsa.
Ajaran Islam yang
bersifat universal, sesuai dengan segala tempat dan zaman dari dahulu,
sekarang, dan dimasa yang akan datang, dan mendambakan kehidupan dunia dan
akhirat yang hakiki, maka syi’ar dan kelestariannya harus didukung dan
diperjuangkan oleh kaum muslimin, terutama melalui para insan da’wahnya.
Menyadari hal tersebut
diatas, para pendiri Ittihad mendorong kiprah Ittihad untuk berbuat nyata,
sebagai sumbangsih dan bukti kepedulian Ittihad terhadap pembangunan bangsa
secara utuh.
Program Kerja.
Sesuai dengan jiwa dan
semangat kelahiran Ittihad, sebagaimana tersebut dalam AD & ART nya, dan
menyadari sepenuhnya bahwa : Kelestarian dan Syi’ar agama Islam yang universal,
harus diperjuangkan oleh kaum muslimin Indonesia yang merupakan mayoritas
penduduk Indonesia, terutama para Insan Da’wah-nya, demi tercapainya pembangunan
manusia Indonesia secara menyeluruh menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan
makmur dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Sudah barang tentu semua
itu memerlukan perencanaan yang matang dan penanganan yang serius. Lebih-lebih
bila mengingat perkembangan dunia saat ini, dimana seakan-akan memaksa kita
untuk dapat menjawab berbagai tantangan yang dihadapi dunia Islam dan berpacu
dengan gerak perobahan zaman.
Atas dasar itulah maka
Ittihadul Muballighin dalam rangka penjabaran isi AD & ART-nya, menyusun
program kerja lima tahun demi lima tahun. Program kerja tersebut meliputi
bidang-bidang :
1.
Bidang penelitian dan pengembangan.
2.
Bidang pendidikan dan latihan.
3.
Bidang pembinaan muballigh.
4.
Bidang seni dan budaya.
5.
Bidang kesejahtraan sosial.
6.
Bidang penerbitan dan penyiaran.
1.
Bidang Penelitian dan Pengembangan.
Latar Belakang.
Kita menyadari bahwa perubahan-perubahan di dalam masyarakat
banyak sekali bidangnya. Perubahan-perubahan itu dapat mengenai nilai-nilai
sosial, norma-norma sosial, pola perilaku, organisasi dan susunan lembaga
kemasyarakatan, kekuasaan dan wewenang,
interaksi sosial, dan lain sebagainya.
Perubahan-perubahan tersebut bisa terjadi karena berbagai
faktor. Dalam hal ini kita menghendaki agar segala perubahan-perubahan tersebut
diwarnai oleh Ajaran Islam.
Karenanya, seiring dengan
perubahan zaman, para insan da’wah mesti menyadari dan menyetujui sampai di
batas mana harus memainkan pernanannya.
Program.
Atas dasar pemikiran tersebut, maka adalah ssuatu keharusan
diaktifkannya bidang Penelitian dan Pengembangan, sebagai unsur pokok program
kerja Ittihad.
Tugas kewajiban itu
antara lain :
1.
Mengumpulkan data dan menyusun statistik tentang keadaan
masyarakat umumnya dan tentang berbagai macam kegiatan da’wah Islamiyah secara
konkrit dan menyeluruh.
2.
Memonitor semua kegiatan masyarakat yang dipandang perlu.
3.
Mengelola dan mengembangkan data-data tersebut sebagai bahan
dalam menyusun strategi pengembangan da’wah secara sistematis dan berencana,
disesuaikan dengan gerak perubahan zaman, sehingga penerapannya selalu up
todate.
4.
Bidang Litbang dapat membentuk “Panitia-Panitia Kecil” atau
“team Perumus dan Pengumpul Data” disetiap Perwakilan Ittihad yang dianggap
perlu dan secara periodik memberikan laporan ke pusat.
5.
Minimal setahun sekali Bidang Litbang memberikan laporan dan
analisanya mengenai perkembangan terakhir tentang kegiatan-kegiatan da’wah
Islamiyah maupun kegiatan-kegiatan masyarakat umumnya.
6.
Mengadakan kerjasama dengan lembaga-lembaga penelitian dan
pengembangan lainnya.
2.
Bidang Pendidikan dan Latihan.
Latar belakang.
Kita menyadari, bahwa tugas da’wah tidak boleh berhenti. Walau
materinya tetap bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist dan ajaran-ajaran Islam
secara keseluruhan, namun cara penyampaiannya haruslah disesuaikan dengan
perkembangan zaman. Dan cara-cara itu harus dipejari terus menerus secara
khusus oleh para insan da’wah. Hal ini sangatlah penting, karena masyarakat
sebagai sasaran da’wah sangat beraneka ragam coraknya. Bentuk situasi dan
kondisi yang demikian sudah barang tentu memerlukan adanya tenaga-tenaga da’i
dan muballigh yang terampil, tahan uji dan berpendidikan yang cukup memadai.
Program.
Bertitik tolak dari pemikiran diatas, maka ittihadul Muballighin
menganggap perlu untuk :
1.
Menyelenggarakan/mendirikan Pusat Pendidikan dan Latihan Da’wah,
setara tingkat pendidikan Aliyah dan Perguruan Tinggi.
2.
Menyelenggarakan/mensponsori latihan dan upgrading Khutaba dan Muballigh di setiap perwakilan.
(Catatan : mereka yang telah mengikuti pendidikan diwajibkan
untuk bertugas di daerah masing-masing atau daerah-daerah lain yang sangat
membutuhkan, seperti daerah pedalaman, daerah Transmigrasi, dll).
3.
Bidang Pembinaan Muballigh.
Latar Belakang.
Pembinaan dan kerjasama serta tukar-menukar muballigh sedikit
banyaknya menimbul-kan kegiarahan dan dapt memberikan arti yang banyak untuk
menghilangkan kelesuan da’wah. Apalagi bila mengingat bahwa par muballigh
sangat membutuhkan bimbingan dan pembinaan, disamping daerah penyebarannya
tidak merata. Ada darah yang banyak muballighnya, dan ada yang minim.
Lebih penting lagi bahwa muballigh dimanapun berada mempunyai
satu perasaan, satu sikap dan satu tujuan, yang melahirkan solidaritas yang
tinggi antar sesama muballigh. Rasa
solidaritas antar mereka harus terus dipupuk dan ditingkatkan.
Program.
Atas dasar pemikiran tersebut diatas, maka Ittiah menggariskan
program kerjanya di bidang pembinaan dan kerjasama mubaligh sbb :
1.
Memberikan atau mengusahakan bantuan-bantuan, baik moril maupun
materil, termasuk bantuan hukum bagi para muballigh.
2.
Mengadakan Simposium, Diskusi, Lokakarya dan sejenisnya dalam
rangka usaha mendekatkan keakraban, memperkokoh persaudaraan dan menjalin
solidaritas, disamping manfaat ilmiyah yang dapat diambil dari kegiatan-kegiatn
tersebut.
3.
Mengadakan tukar-menukar dan kersama muballigh antar daerah (dan
antar negara).
4.
Mengkoordinir dan mengirimkan muballigh untuk daerah yang
membutuhkan, diperioritaskan untuk daerah minus muballigh, baik di Indonesia
maupun di laur negeri.
4.
Bidang Seni dan Budaya.
Latar Belakang.
Tidak dapat dipungkiri bahwa seni budaya yang merupakan fitrah
dan anugrah Allah SWT. Di dalam era kemajuan teknologi media komunikasi modern
sangat perlu diman-faatkan oleh para insan da’wah bagi cita-cita kelestarian dan
syi’ar Islam. Sebab hasil-hasil karya seni budaya yang penyebarannya ditunjang
oleh kemajuan teknologi dan media komunikasi modern dewasa ini sangat menyerap
perhatian masyarakat terutama generasi muda.
Untuk itu Ittihad merasa turut bertanggung jawab agar
pertumbuhan dan perkembangan seni budaya selaras dengan jiwa dan dan
keperibadian bangsa Indonesia yang religius dengan mayoritas penduduknya
memeluk agama Islam.
Program.
1.
Memberikan himbauan kepada para seniman dan budayawan Indonesia
agar menyadari kedudukannya di tengah masyarakat yang berjiwa religius dengan
mayoritas penduduknya memeluk agama Islam.
2.
Mengusahakan adanya bimbingan keagamaan bagi grup-grup kesenian
Islam untuk mendayagunakan kemampuannya bagi peningkatan da’wah Islamiyah.
3.
Mengusahakan hidupnya kegiatan kaligrafi dan terbitnya
kaset-kaset/CD lagu-lagu, dan
film-film yang bernafaskan Islam.
4.
Mengusahakan adanya film-film dokumenter kegiatan-kegiatan Islam
di Indonesia.
5.
Bidang Kesejahtraan Sosial.
Latar Belakang.
Bahwa masalah kesejahtraan sosial sedikit banyaknya mempunyai
pengaruh atas pasang surutnya pengembangan da’wah. Mengingat objek da’wah adalah manusia, baik
secara perorangan atau kelompok, maka faktor kesejahtraan sangat dibutuhkan
bagi kelangsungan hidupnya secara wajar dan layak.
Dalam hubungan ini maka rasa persaudaraan, senasib
sepenanggungan, cinta mencintai dan saling tolong menolong antara sesama ummat
manusia merupakan suatu hal yang diwajibkan dalam agama Islam.
Program.
Atas dasar pemikiran tersebut diatas, maka Ittihadul Muballighin
menggariskan program kerja dibidang kesajahtraan sosial sebagai berikut :
1.
Mengusahakan/mensponsori berdirinya Rumah Sakit, Poliklinik,
Panti-Panti Asuhan yang dikelola oleh Ittihadul
Muballighin atau badan lain dibawah bimbingan Ittihad.
2.
Mengusahakan beasiswa bagi pelajar/mahasiswa yang kurang mampu
untuk melanjutkan pelajarannya, baik di dalam maupun di luar negeri.
3.
Memberikan santunan kepada fakir miskin/dhu’afa dan yatim piatu pada waktu-waktu tertentu.
4.
Memberikan bantuan hukum dan moril bagi para muballigh yang
karena suatu hal sangat membutuhkannya.
5.
Memberikan bantuan Buku, Kitab, Majalah dan lain-lain kepada
Lembaga Pendidikan Islam, Pondok Pesantren dan Organisasi Islam.
6.
Meringankan penderitaan orang-orang yang terkena musibah bencana
alam (banjir, gempa bumi, kebakaran, dll),
7.
Secara aktif turut serta dalam pelaksanaan kegiatan transmigrasi,
baik dengan penerangan maupun dengan usahanya.
6.
Bidang Penerbitan dan Penyiaran.
Latar belakang.
Sejarah membuktikan bahwa da’wah tidaklah cukup dilakukan dengan
hanya lisan saja, tetapi tidak kurang pentingnya da’wah dengan tulisan, baik
dengan penerbitan buku-buku, majalah, surat kabar, brosur dan bentuk-bentuk
penyiaran lainnya. Bahwa adanya
komunikasi yang baik dan teratur antara para muballigh juga sangat penting,
dimana satu dengan lainnya dapat mengemukakan pengalaman-pengalamannya dalam
ber da’wah, analisa-analisa dalam pengembangan da’wah dan lain sebagainya.
Program.
Atas dasar itu, maka Ittihadul Muballighin menetapkan program
kerja dibidang penerbitan dan penyiaran sebagai berikut :
1.
Menerbitkan buku-buku yang berisikan da’wah, minimal tiap enam
bulan satu judul buku. Buku-buku tersebut baik dari hasil penyusunan team (yang
dibentuk oleh Ittihad), maupun berupa terjemahan dari buku-buku berbahasa Arab
atau bahasa lainnya.
2.
Secara khusus menerbitkan buku-buku dokumenter tetang “Sejarah
Perkembangan Da’wah Islamiyah di Indonesia”.
3.
Menerbitkan majalah yang bersifat ilmiyah populer.
4.
Menerbitkan Khutbah Jum’at dan brosur kecil tentang da’wah
Islamiyah sebagai konsumsi dan bacaan umum di Hotel-hotel, Stasiun-stasiun / terminal
dan lain sebagainya.
5.
Mengusahakan adanya Pemancar Radio dan Stasiun Televisi Da’wah
Islamiyah.
AKTIVITAS.
Berdasarkan pokok-pokok program yang telah ditetapkan, Ittihadul Muballighin berusaha melakukan berbagai kegiatan. Di awal berdirinya (1979) Ittihad mengadakan
Penataran pertama Khotib dan Muballigh se Indonesia di Jakarta. Pesertanya
berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan juga dari Singapura. Tahun berikutnya disusul penyelenggaraan
Penataran kedua.
Di bidang Da’wah Ittihad melakukan pengiriman Muballigh ke
Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Ittihad juga mengadakan pengiriman da'i ke berbagai wilayah/daerah di Indonesia, terutama ke daerah-daerah transmigrasi dan daerah pedalaman.
Di bidang Pendidikan
Ittihad melakukan berbagai kegiatan, terutama dalam pendidikan kader-kader
da’wah (Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur
dan Sumatera Utara), Pendidikan Wartawan, penataran guru-guru Bahasa Arab
(jakarta), pelatihan tenaga terampil siap pakai (di jawa Timur bekerjasama
dengan Departemen Tenaga Kerja), serta pengiriman mahasiswa ke berbagai Perguruaan Tinggi di negara-negara Timur Tengah (Mesir, Syiria, Iraq). Ittihad juga mendirikan Perguruan Tinggi Islam Pembangunan (tidak berjalan dengan baik).
Dalam bidang Ilmiyah,
Ittihad mengadakan pembahasan berbagai permasalahan-permasalahan Islam
(Laznatul Buhuts Al Islamiyah), antara lain : Pembahasan Kejahatan dan berbagai permaslahannya; Pembahasan masalah Bank dan Bunga
bagi ummat islam (1984). Pembahasan tentang kedudukan wanita sebagai pemimpin
negara; berpartisipasi dalam proses Kompilasi Hukum Islam di Indonesia; Hukum Nikah Mut'ah (Keputusan Nikah Mut'ah selengkapnya ; klik disini ) Nikah Miswar; LiberalismePluralisme dan Sekaularisme, dll.
Di bidang Sosial Ittihad
banyak perpartisipasi dalam pemberian bantuan kepada para dhu’afa, para korban
bencana alam (peristiwa Gunung Galunggung, Banjir Bandang di Semarang) dan lain
sebagainya.
Dalam bidang Usaha
Ittihad berusaha mendirikan :
-
Rumah Sakit Islam, di Samarinda, Kaltim.
-
PT. Bani Ittihad (pengiriman tenaga kerja ke luar negeri).
-
PT. Madtur Citra Daya (Travel).
-
Koperasi bani Ittihad.
-
Bisnis Club Ittihad.
Meskipun usaha-usaha
tersebut tidak berjalan dengan baik, setidaknya telah ada usaha dan upaya nyata
yang terlah dilakukan Ittihad dalam bidang tersebut.
Di bidang Penerbitan dan Penyiaran Ittihad menerbitkan : Tabloid Alam Islamy; Mimbar Jum'at ITTIHAD; Majalah ITTIHAD dan Bulletin Da'wah.
Di tahun-tahun reformasi
Ittihad terjun dalam dunia politik praktis dengan membentuk/ melahirkan Partai
Nahdlatul Ummah (PNU). Periode pertama (1999 – 20040 PNU maraih 5(lima) kursi
di DPRRI, dan 105 DPRD di berbagai daerah Indonesia. Periode berikutnya (2004 –
2009) dan periode 2009 – 2014 PNU berobah menjadi Partai Persatuan Nahdlatul
Ummah Indonesia (PPNUI). Partai ini hanya dapat meraih beberapa kursi DPRD.
PERKEMBANGAN ITTIHAD.
Seiring dengan
perjalanan waktu, Ittihadul Muballighin terus menyebar di wilayah Nusantara
dengan kepengurusan tingkat Provinsi di 25 Provinsi dan tingkat Kabupaten dan Kota di 175 Kabupaten/Kota.
KH. Achmad Sjaichu menjabat
sebagai Ketua Umum Mttihadul Muballighin dari tahun 1978 s/d 1996. Selanjutnya
sampai saat ini Ketua Umum dijabat oleh KH. Syukron Ma’mun.
KH. Syukro Makmun
Ketua Umum DPP. Ittihadul
Muballilighin tahun 1996 s/d sekarng.
Dalam perjalanan
Ittihadul Muballighin tercatat mereka-mereka yang pernah duduk sebagai pengurus :
Dewan Mustasyar/Penasehat :
Dewan Mustasyar/Penasehat :
1. Prof. KH. Saifuddin Zuhri.
2. Prof. KH. Anwar Musaddad.
3. KH. A. Razak Makmun.
4. KH. Masykur.
5. KH. Usman Abidin.
6. KH. Syukri Ghazali.
7. KH. Muslikh.
8. KH. Ali Syibromalisi.
9. KH. Zayadi Muhajir.
10. KH. Ali Yafie.
11. KH. Idcham Cholid.
12. KH. Ahmad Ghozali.
13. Prof. DR. KH. A. Mudlor.
14. Prof. DR. KH. Muhibbudin Waly. MA.
15. KH. DR. Tarmizi Taher.
16. Dr. H.S. Aqil Al-Munawwar. MA.
17,.KH. Abdullah El Anshary.
16. Habib Syeikh bin Ali A-Jufri.
17. Habib Hamid bin Alwi bin Hud Al-Attas.
18. KH. Abdul Rasyid Syafi'i.
19. H.M. Sjureich.
20. H. Kusnadi Abdul Hafiz.
21. Dan lain-lain.
Ketua Umum :
1. KH. Achmad Sjaichu.
2. Prof. KH. Syukron Makmun.
Sekretaris Jenderal :
1. KH. Masyhuri Baedlowi, MA.
2. H. Achmad Sjathari.
3. H. Akhmad Syaikhu A. Ratib.
4. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.
5. Drs. H. Ningram Abdullah, MA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar